Hari
ini, 16/5/2014 ada seorang pasien, bapak-bapak usia 53 tahun yang
pernah mengalami trauma berat terhadap bekam. Pasalnya, dia pernah
dibekam di rumahnya oleh pembekam keliling (beling).
Lalu apa salahnya dengan praktik praktik beling ini? Toh dimana-mana
yang namanya bekam hanya terbatas pada urusan ngekop dan mengeluarkan
darah, titik. Sehingga siapa pun dapat melakukannya, termasuk seseorang
yang memiliki sedikit keberanian melakukan dua jenis tindakan itu, walau
tidak perlu modal tempat praktik, sudah dapat berpraktik bekam dengan
system layanan door to door. Tak perlu bertanya, alat-alat dimasukkan ke
dalam tromol atau tidak, dan bagaimana caranya membuang limbah B3
bekam, karena toh mereka dapat membuang sampah berbahaya dan beracun ini
langsung ke tempat sampah di dekat rumah pasien yang didatangi.Ternyata pasien ini merasa trauma berat karena saat dibekam di rumahnya oleh beling, disayat dengan menggunakan silet cukur, dalam dan sangat menyakitkan, sehingga dia kapok dan tidak mau lagi dibekam. Tentu saja menggunakan tissue untuk mengelap darah. Jangan harap seorang pembekam pengguna silet cukur akan menggunakan kasa steril.
Lalu mengapa hari ini dia datang ke Assabil meminta bekam? Karena dia mendapatkan jaminan dari istrinya, yang kemaren sudah datang ke Assabil, bahwa bekam di Assabil tidak sakit, tidak nyeri, dan tentu saja higienis dan steril, tidak menggunakan silet cukur tapi pisau bedah sekali pakai. Ini penuturan sang istri kepada suaminya, dan tentu saja meminjamnya menjadi bahan promosi. Tapi dipromosikan atau tidak, tetap saja tindakan bekam harus dilakukan dengan memenuhi standar steril.
Jangan lupa like Fanspage Ust. Kathur Suhardi