Kamis, 15 Mei 2014
Kamis, Mei 15, 2014

Pasien Traumatik Bekam





Hari ini, 16/5/2014 ada seorang pasien, bapak-bapak usia 53 tahun yang pernah mengalami trauma berat terhadap bekam. Pasalnya, dia pernah dibekam di rumahnya oleh pembekam keliling (beling).
Lalu apa salahnya dengan praktik praktik beling ini? Toh dimana-mana yang namanya bekam hanya terbatas pada urusan ngekop dan mengeluarkan darah, titik. Sehingga siapa pun dapat melakukannya, termasuk seseorang yang memiliki sedikit keberanian melakukan dua jenis tindakan itu, walau tidak perlu modal tempat praktik, sudah dapat berpraktik bekam dengan system layanan door to door. Tak perlu bertanya, alat-alat dimasukkan ke dalam tromol atau tidak, dan bagaimana caranya membuang limbah B3 bekam, karena toh mereka dapat membuang sampah berbahaya dan beracun ini langsung ke tempat sampah di dekat rumah pasien yang didatangi.
Ternyata pasien ini merasa trauma berat karena saat dibekam di rumahnya oleh beling, disayat dengan menggunakan silet cukur, dalam dan sangat menyakitkan, sehingga dia kapok dan tidak mau lagi dibekam. Tentu saja menggunakan tissue untuk mengelap darah. Jangan harap seorang pembekam pengguna silet cukur akan menggunakan kasa steril.
Lalu mengapa hari ini dia datang ke Assabil meminta bekam? Karena dia mendapatkan jaminan dari istrinya, yang kemaren sudah datang ke Assabil, bahwa bekam di Assabil tidak sakit, tidak nyeri, dan tentu saja higienis dan steril, tidak menggunakan silet cukur tapi pisau bedah sekali pakai. Ini penuturan sang istri kepada suaminya, dan tentu saja meminjamnya menjadi bahan promosi. Tapi dipromosikan atau tidak, tetap saja tindakan bekam harus dilakukan dengan memenuhi standar steril.
Jangan lupa like Fanspage Ust. Kathur Suhardi